Pengertian
dari Filsafat Sejarah Spekulatif adalah mencari struktur terdalam yang
terkandung dalam proses sejarah secara keseluruhannya, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa filsafat sejarah spekulatif adalah filsafat sejarah yang
berkaitan dengan suatu perenungan filsafati mengenai tabiat atau sifat-sifat
proses sejarah. Perbedaan antara filsafat sejarah spekulatif dengan filsafat
sejarah kritis dapat dilihat dari pertanyaan yang muncul ketika sedang membahas
mengenai filsafat sejarah spekulatif ini, yaitu:
a)
Irama atau pola macam
apakah yang dapat diamati dalam proses sejarah?
b)
Manakah “motor” yang
menggerakkan proses sejarah?
c)
Apakah sasaran terakhir
yang dituju oleh proses sejarah?
Dalam
mempelajari filsafat sejarah spekulatif tidak hanya membicarakan mengenai
kejadian sejarah yang terjadi sampai saat ini melainkan juga membicarakan
mengenai prediksi tentang sejarah yang akan terjadi (prediksi), dalam hal ini pemikiran
orang barat mengenai filsafat yang berkembang pada abad pertengahan banyak di
ilhami oleh orang-orang kristen yang kemudian menarik dunia untuk mempelajari
filsafat, walaupun telah kita ketahui bahwa pemikiran orang barat tersebut
mendapat ilham dari dunia timur seperti Mesir, dan sebagainya. Dalam abad
pertengahan tersebut ada seorang tokoh filsuf spekulatif, Santo Augustinus (354-435)
yang membagi sejarah dengan dua periodisasi yang berlandaskan Injil yaitu Civitas Dei (Kerajaan Tuhan) dan Civitas Terrena (Kerajaan Dunia).
Dalam
buku yang ditulis oleh Muhammad Hadi Sundoro ini membagi ruang lingkup materi Filsafat Sejarah Spekulatif menjadi:
a)
Pengetahuan Aposteriori
dan Apriori;
Pengetahuan
manusia yang dapat diandalkan memiliki dua sumber, sumber yang pertama adalah
pengetahuan yang berdasarkan pengetahuan (inderawi), dan yang kedua adalah pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman dan pengamatan
terhadap kenyataan (pengetahuan Aposteriori). Namun disisi lain ternyata
ada sumber pengetahuan manusia yang dapat diandalkan yaitu pengerahuan Apriori,
yaitu pengetahuan yang diperoleh dari perenungan atau
mengkombinasikan pengetahuan dan pengertian yang telah tersedia tanpa harus
langsung mengamati kenyataan lagi. Sehingga dalam masalah ilmu biasa,
manusia sering menggunakan pengetahuan Aposteriori. Sedangkan dalam ilmu
eksakta, manusia cenderung menggunakan pengetahuan Apriori.
Contoh
dari pengetahuan Aposteriori adalah teori evolusi yang dikemukakan oleh darwin
dalam karangannya yang berjudul On The
Origin of Species (1859), dalam hal ini diartikan bahwa pengetahuan Aposteriori
mengandung unsur pretensi yaitu seluruhnya didasarkan pada pengalaman /
pengetahuan masa silam. Sedangkan untuk contoh pengetahuan Apriori adalah teori
yang dikemukakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) bahwa pemikiran manusia
dibentuk oleh unsur pengalaman dan akal manusia, sehingga Kant memiliki
pemikiran bahwa semua pengalaman dapat dijadikan dasar dalam berfikir karena
Kant membagi pengalaman menjadi dua, yaitu pengalaman murni dan pengalaman yang
tidak murni (kebenarannya tidak dapat dipastikan).
b)
Motor penggerak dalam
sejarah;
|
Sedangkan
George Novack berpendapat bahwa motor penggerak sejarah terdapat lima teori
yaitu:
1)
The
Great God Theory (Tuhan/Dewa adalah sumber
penggerak segala peristiwa);
2)
The
Great Men Theory (orang besar/utusan Tuhan/jiwa
besar adalah penggerak sejarah melalui wahyu Tuhan);
3)
The
Great Mind Theory (kekuatan idela, angan-angan, dan
cita-cita adalah penggerak sejarah);
4)
The
Best People Theory (rakyat atau bangsa terpilih
seperti Mesir, Yunani, Yahudi adalah penggerak utama roda sejarah);
5)
The
Human Nature Theory (Human Nature/manusia dan lingkungan adalah penggerak sejarah).
c)
Aliran pandangan
filsafat sejarah;
Terdapat
tiga aliran dalam filsafat sejarah spekulatif:
1)
Gerak sejarah siklus
(melingkar)
Herodotus
sebagai salah satu tokoh filsafat pada Zaman Yunani Klasik telah mencoba untuk
menyusun gagasan spekulatif mengenai gerak sejarah, dalam pemikirannya
Herodotus mengatakan bahwa kehidupan itu sama seperti roda yang berputar. Terkadang
diatas dan terkadang berada dibawah, konsep/teori ini di latar belakangi oleh
pemikiran kosmos sentris. Pemikiran Herodotus ini adalah bentuk perkembangan
pemikiran pada saat zaman Yunani Klasik, karena sebelum Herodotus sudah ada
pemikir yang terlebih dahulu menggagas gerak siklus ini. Seperti Plato dan
Aristoteles, namun dalam gerak siklus ini Aristoteles tidak terlalu menekankan
mengenai gerak sejarah siklus ini karena Aristoteles hanya mengatakan bahwa
sebuah suatu rezim/kepemimpinan yang tentu akan berganti. Sementara itu
pemikiran pada Zaman Yunani Klasik mengatakan bahwa sejarah tidak bersifat
profan, sekuler, tetapi sejarah bersifat siklus, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pemikiran bangsa Yunani Klasik adalah manusia harus tunduk terhadap
nasib. Menurut George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831), para tokoh pemikir
Zaman Yunani Klasik adalah sejarawan asli, karena para tokoh pemikir pada saat
ini menghasilkan pemikiran yang banyak digunakan oleh sejarawan modern.
2)
Gerak Sejarah Linier
atau Garis Lurus.
Berbeda
dengan gerak sejarah siklus, dalam gerak sejarah linier berpendapat bahwa
sejarah adalah suatu peristiwa yang bermula dari suatu titik permulaan menuju
suatu titik akhir yang menjadi tujuannya. Dalam gerak sejarah ini juga
berpendapat bahwa Tuhan ataupun nasib adalah satu-satunya yang dapat membentuk
sejarah. Tuhan, fatum (nasib), dan Dewa hanya dianggap sebagai perantara dari
sebuah kejadian sejarah. Pemikiran ini muncul pada Abad Pertengahan, tokoh yang
menggagas pemikiran ini adalah St Augustinus yang menyatakan bahwa sejarah
merupakan sejarah keselamatan, mempunyai unsur sejarah profan sebagai suatu
pertentangan universal antara Kerajaan Tuhan dan Kerajaan Dunia. Selain St
Augustinus, terdapat tokoh lain yaitu Ibn Chaldun (1332-1406) yang juga
menggagas konsep gerak sejarah linier. Walaupun diantara keduanya memiliki
gagasan yang sama, bukan berarti dari keduanya tidak memiliki perbedaan, karena
seperti yang telah diterangkan bahwa latar belakang pandangan hidup menjadi hal
yang sangat penting bagi seseorang untuk mengemukakan pandangannya. Berbeda
dengan St Augustinus yang mengatakan bahwa manusia hanya bisa pasrah karena
semuanya telah diatur oleh Tuhan atau takdir, Ibn Chaldun beranggapan bahwa
manusia harus berusaha untuk merubah nasibnya sendiri demikian pula
masyarakatnya.
3)
Gerak Sejarah Spiral
Gerak
sejarah linier mulai ditinggalkan oleh masyarakat pada akhir abad ke-19 ketika
muncul gerakan Romantisisme di Jerman yang dipelopori oleh Karl Max, dengan
pemikirannya yang membuat manusia merasa terasing akan dirinya dan fikirannya.
Seorang tokoh yang menggagas tentang gerak sejarah spiral ini adalah
Giambattista Vico yaitu seorang tokoh yang hidup pada masa transisi antara abad
Pertengahan dan abad Modern. Dalam gerak sejarah spiral dikatakan bahwa akan
ada pengulangan sejarah kembali, namun dalam kembalinya sejarah tersebut tidak
sama sepenuhnya, sehingga disebutlah gerak sejarah spiral. Dalam pemikiran Vico
sangat menentang pemikiran pada gerak sejarah linier, karena menurut Vico
kerajaan Tuhan dan kerajaan Dunia yang diterangkan pada gerak sejarah linier.
Vico juga membenarkan bahwa Kerajaan Dunia merupakan bagian dari Kerajaan
Tuhan, namun perbedaannya yaitu pada Kerajaan Dunia yang disebutkan oleh St
Augustinus yang mengatakan bahwa terjadinya sejarah karena adanya pertentangan
antara kerajaan dunia dengan kerajaan Tuhan, sedangkan Vico mengatakan bahwa
Kerajaan Dunia merupakan bagian/bawahan dari Kerajaan Tuhan.
d)
Kritik terhadap
sistem-sistem spekulatif.
Pekerjaan
seorang filsafat sejarah dengan ahli sejarah tentunya berbeda, akibat perbedaan
ini terjadi saling kritik diantara pada filsuf sejarah dan para ahli sejarah.
Para filsuf menuduh para ahli sejarah hanya mengumpulkan data dan
mengumumkannya sebagai sebuah laporan belaka tanpa meneliti lebih lanjut
mengenai apa yang sebenarnya terjadi dan tidak dapat menyusun sebuah sintesis,
hal ini dicontohkan oleh seorang filsuf sejarah spekulatif abad 19 yaitu George
Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831), yang mengkritik sejarawan Romawi hanya
merangkai sejumlah ulasan sejarah dan tidak menghiraukan unsur kesatuan dalam
proses sejarah. Namun para ahli sejarah mengkritik para filsuf sejarah yang
meremehkan ditil-ditil sejarah dan tidak mampu menghadapi masa silam tanpa
prasangka, selain itu para ahli sejarah kemudian mengungkapkan tiga kritikan
terhadap para filsuf sejarah yaitu:
1)
Kebenaran Sistem
Spekulatif Tidak Dapat Dipastikan
Sebenarnya
bukan hanya ilmu sejarah yang kebenarannya tidak bersifat mutlak, hampir semua
ilmu sosial kebenarannya tidak bersifat mutlak atau dapat dicapai namun sangat
sulit. Hal ini dikarenakan kebenaran tersebut masih terus digali, sehingga jika
ditemukan kebenaran baru yang lebih mendekati kebenaran yang mutlak, maka
kebenaran yang ada pada kebenaran sebelumnya dianggap musnah. Sistem spekulatif
tidak begitu saja dapat divonis benar atau salah, pasti atau tidak, dan lain
sebagainya seperti yang dilakukan dalam penafsiran-penafsiran sejarah. Karena
dalam filsafat sejarah spekulatif dapat diajukan alasan-alasan pro dan kontra, sehingga
filsafat ini lebih kepada masalah pro ataukah kontra terhadap filsafat sejarah
ini.
2)
Sistem Spekulatif
bersifat Metafisis
Metafisika
adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang menjawab pertanyaan mengenai
hakikat atau kenyataan, dalam menjelaskan sebuah kenyataan, metafisika tekadang
membuktikan bahwa hal itu adalah benar, akan tetapi sebenarnya kebenaran sebuah
sistem metafisika tidak dapat dipastikan. Namun menurut para filsuf, metafisik
ini sangat penting bagi sejarah, karena untuk menentukan seberapa besar
pengaruh orang terhadap kejadian tersebut ataupun bagaimana bila kejadian
tersebut tidak terjadi, seorang sejarawan harus menggunakan sebuah metafisik.
Dalam setiap ilmu berbicara mengenai kebenaran yang dapat di cek kebenarannya,
namun tidak bagi filsafat sejarah spekulatif karena filsafat sejarah spekulatif
sangat melekat sifat metafisik sehingga ini perlu dijadikan kritikan kepada
filsafat sejarah spekulatif.
3)
Sistem-sistem
Spekulatif tidak ilmiah
Gambaran
awal yang kita dapat gambarkan mengenai pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan
yang saling berkaitan secara sistematis dan disusun secara rapi, memiliki hukun
yang bersifat universal. Selain itu pengetahuan ilmiah tidak dapat menerima
spekulasi-spekulasi tentang sejarah, karena spekulasi itu masih tidak menentu
dan tidak dapat dipastikan kebenarannya. Namun bagi para filsuf sejarah
spekulatif, mereka yakin bahwa spekulasi-spekulasi sejarah dapat memberikan
kepastian-kepastian yang obeyektif dengan cara mencari pola-pola dalam sejarah
dan menjadi juru peremal mengenai masa depan. Seorang filsuf spekulatif,
Popper, menyatakan bahwa melalui pretensi ilmiah dalam sistem-sistem spekulatif
mereka seolah-olah dapat meramal masa depan dengan cara seperti yang telah
dijelaskan. Kita juga tidak boleh melupakan unsur pada sejarah yang tidak sama
dengan pengetahuan yang lain, misalanya unik, individual, tersendiri, yang
lazimnya disebut idiographic.
Daftar Pustaka
Hadi Sundoro,
Muhammad. 2009. Teka-Teki Sejarah:
berbagai persoalan mengenai filsafat sejarah. Jember: Jember University
Press.
Baguss Mam BLogmu,,, I Like iT :-)
BalasHapuslike this
BalasHapus