Kamis, 24 Mei 2012

Awal Sebuah Kemerdekaan Indonesia


            Setelah usaha para pemuda membawa Soekarno Hatta ke Rengasdengklok, akhirnya membawa keberhasilan. 17 Agustus 1945, tepatnya di Jalan Pegangsaan Timur 56, akhirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diikrarkan didepan seluruh massa yang datang pada saat itu. Seluruh pemuda juga mulai membagi tugas untuk melakukan kegiatan dalam proses penyiaran berita Proklamasi, semua alat komunikasi yang ada akan di pergunakan untuk maksud tersebut. Ribuan teks Proklamasi berhasil di cetak dengan reneo dan segera disebarkan ke berbagai penjuru kota, peristiwa besar itu berlangsung hanya selama kurang lebih satu jam dengan penuh kekhidmatan. Sekalipun sangat sederhana, hal tersebut telah membawa perubahan besar yang luar biasa dalam kehidupan bangsa Indonesia.

            Berita Proklamasi yang telah menyebar keseluruh Jakarta segera disebarkan keseluruh Indonesia. Pada pagi 17 Agustus itu juga, teks Proklamasi telah sampai ditangan Kepala Bagian Radio Kantor Berita Domei, Waidan B. Penelewen. Ia menerima teks itu dari Syahruddin, seorang wartawan Domei. Segera setelah itu, ia memerintahkan F. Wuz, seorang Makronis supaya berita itu disiarkan tiga kali berturut-turut. Setelah dua kali hal tersebut dilakukan masuklah orang Jepang ke ruangan radio. Dengan marah orang Jepang itu meminta agar penyiaran tersebut di hentikan. Akan tetapi, Waidan Penelewen tetap memerintahkan F. Wuz untuk terus menyiarkannya. Berita ini kemudian diulangi setiap setengah jam, hingga pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibatnya, pimpinan tertinggi tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita tersebut dan menyatakannya sebagai kekeliruan. Senin 20 Agustus 1945 pemancar radio tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk.

            Meskipun kantor berita Domei disegel, para pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang teknisi radio, salah satunya adalah Sukarman, Sutamto, Susilaharja, dan Suhandar. Alat-alat pemancar yang diambil dari kantor berita Domei bagian demi bagian dibawa kerumah Waidan B. Penelewen, dan sebagian ke Menteng 31. Maka dari itu terciptalah pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah berita Proklamasi disiarkan.

            Proklamasi merupakan awal dari perjalanan Sejarah bangsa Indonesia yang baru dimulai kembali, kesibukan para pemimpin setelah itu adalah menyusun sebuah tatanan kehidupan kenegaraan.  18 Agustus 1945, merupakan rapat pertama PPKI sesudah Proklamasi. Saat itu Soekarno-Hatta berencana untuk menambah sembilan anggota baru, termasuk juga dari golongan pemuda. Akan tetapi, setelah berlangsung perbincangan yang kurang memuaskan antara Hatta dan Chairul Saleh, para pemuda meninggalkan tempat karena mereka masih menganggap bahwa PPKI adalah aparat Jepang. Rapat diadakan di Pejambon digedung Departemen Luar Negeri sekarang. Sebelum dimulainya rapat, Soekarno-Hatta meminta beberapa anggota untuk membahas rancangan undang-undang dasar, yang dibuat 22 Juni 1945, pada sidang ini tercantum tentang sebuah kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Hal tersebut yang nantinya akan membuat penganut agama lain merasa terdiskriminasi.

            Akhirnya Hatta-pun memimpin sidang tersebut bersama tokoh-tokoh islam untuk membahas masalah yang cukup sensitif itu. Banyak pro dan kontra dalam menanggapi hal tersebut, akhirnya dalam waktu lima belas menit dicapai kesepakatan untuk mengganti tujuh kata tersebut dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kesepakatan ini memperlancar pembicaraan dalam rapat pleno PPKI, karena jika dibicarakan dalam rapat pleno maka akan dapat menelan waktu yang lama dan berlarut-larut. Rapat pertama ini berlangsung dengan lancar. Pembahasan rancangan pembukaan dan undang-undang dasar  yang disiapkan BPUPKI, berhasil dibahas dalam tempo kurang dari dua jam, dan akhirnya disepakati.

            Sidang kedua dimulai pukul 13.15. Pada awal sidang kedua ini Soekarno mengumumkan enam anggota baru PPKI, sebelum meningkat ke acara baru yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno ingin agar pasal III Aturan Peralihan disahkan. Otto Iskandar Dinata mengusulkan agar pemilihan tersebut dilakukan secara aklamasi. Akhirnya ia mengajukan dua calon sebagai Presiden dan Wakil Presiden yaitu Soekarno-Hatta, semua yang hadir menerima dengan aklamasi dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

            Setelah itu sidang meneruskan acara membahas pasal-pasal rancangan Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan. Presiden Soekarno menutup acara tersebut dan menyatakan UUD serta peraturan peralihan telah sah ditetapkan. Akhirnya 18 Agustus 1945 Indonesia memiliki landasan kehidupan bernegara yaitu sebuah UUD ’45. Sebelum rapat pertama PPKI ditutup, Soekarno menunjuk sembilan orang yang dikenal dengan Panitia Kecil yang bertugas menyusun rancangan untuk menggatasi hal-hal yang bersifat mendesak, yakni pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian.

            19 Agustus 1945 rapat PPKI dilanjutkan kembali dengan agenda membahas hasil kerja Panitia Kecil, hasil Panitia Kecil tersebut menghasilkan keputusan:
1. Pembagian wilayah, yang dibagi menjadi 8 Provinsi beserta calon Gubernurnya; 
2.  Adanya Komite Nasional (daerah).

Dalam kabinet yang terbentuk 4 September 1945, Menteri Negara bukan hanya satu tetapi lima orang. Pembahasan mengenai departemen akhirnya ditunda, yang kemudian Presiden kembali membahas tentang tentara kebangsaan. Panitia Kecil mengajukan dua usul, pertama menolak rencara pembelaan negara oleh BPUPKI karena dianggap rencana tersebut mengandung politik perang. Yang menyebutkan tentara Indonesia akan dibentuk bekerjasama dengan Jepang yang dikukuhkan dalam perjanjian dan perlunya mengumumkan perang terhadap sekutu. 16 Juli 1945 BPUPKI menyetujui rencana tersebut. Kedua, membubarkan peta di Jawa-Bali, serta Laskar Rakyat­ di Sumatra karena dianggap kesatuan militer ini adalah bentukan Jepang. Sebagai gantinya diusulkan untuk membentuk sebuah tentara kebangsaan, usul tersebut diterima secara aklamasi oleh sidang.

            Pembicaraan lainnya ialah tentang perlunya ketentraman dan segera dimulainya perjuangan. Setelah rapat selesai, sebelum Presiden dan Wakilnya pulang, ia meminta para pemuda untuk hadir pada rapat yang diadakan di Jalan Prapatan 10. Pada rapat ini diharapkan agar Soekarno-Hatta melakukan perebutan kekuasaan terhadap Jepang dengan segera, tetapi Presiden menganggap hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa. Kemudian Adam Malik selaku pimpinan rapat membacakan Dekrit tentang lahirnya TRI yang berasal dari bekas PETA, hal tersebut disetujui oleh Soekarno-Hatta dan akhirnya rapatpun ditutup tanpa ada keputusan resmi tentang usul para pemuda.

            19 Agustus 1945, malam itu membahas siapa yang diangkat menjadi anggota KNIP. Disepakati anggota KNIP berjumlah 60 orang. Dengan rapat pertama yang direncanakan tanggal 29 Agustus 1945 malam, rapat PPKI dilanjutkan tanggal 22 Agustus 1945. Yang memutuskan pembentukan Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia, dan Badan Keamanan Rayat. Tujuan Komite antara lain mempersatukan semua lapisan dan bidang pekerjaan agar tercapai solidaritas dan kesatuan nasional yang erat dan utuh, membantu menentramkan rakyat dan melindungi keamanan serta membantu para pemimpin mewujudkan cita-cita bangsa. Pembentukan KNI Pusat yang dikenal dengan KNIP resmi pada tanggal 29 Agustus 1945 dengan anggota 137 orang yang diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo, lahirnya KNIP mengakhiri tugas PPKI.

            Pasal IV Aturan Peralihan UUD ’45, disebutkan Komite Nasional adalah badan yang bertugas membantu Presiden menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA sebelum lembaga tersebut terbentuk. 7 Oktober 1945 kelompok pemuda dalam KNIP mengajukan petisi pada Presiden Soekarno yang ditanda tangani oleh 50 orang agar KNIP diberi wewenang legislatif, akhirnya 16 Oktober 1945 Wakil Presiden mengeluarkan maklumat No X yaitu KNIP diberi kekuasaan legislatif sebelum MPR dan DPR terbentuk dan menentukan GBHN. Keesokan harinya, atas desakan pemuda KNIP melangsungkan pemilihan pimpinan baru, dengan Sutan Sjahrir sebagai ketuanya dan Amir Sjarifuddin sebagai wakil. Setelah Sjahrir menjadi perdana menteri, kedudukannya digantikan Mr. Assaat sampain akhir 1949. selama eksistensinya, KNIP mengadakan lima kali sidang pleno. Sidang terpanas 25 Februari sampai 6 Maret 1947 di Malang berkaitan dengan penambahan jumlah anggota dalam rangka meratifikasi persetujuan Linggarjati. Sidang terakhir KNIP 6-15 Desember 1949 dalam rangka meratifikasi hasil KMB. Selama eksistensinya KNIP menghasilkan 113 undang-undang dan 32 peraturan.

            Berbeda dengan KNI yang bertahan hingga akhir perang kemerdekaan, PNI sebagai partai negara yang dimaksudkan  wadah untuk mempersatukan bangsa, memperbesar rasa cinta, setia, dan bakti pada tanah air hanya bertahan dalam bilangan hari. Pembentukan PNI mengundang reaksi penolakan dari berbagai pihak karena dianggap sangat berbau Jawa Hokokai. Sjahrir dan kelompoknya menganggap hal tersebut sangat bertentangan dengan paham demokrasi jika hanya ada partai tunggal dalam sebuah negara. Akibat banyaknya penolakan, pada tanggal 3 Agustus 1945 pembentukan PNI dibatalkan. Meskipun beberapa daerah sudah mulai membentuk PNI cabang. 22 Agustus 1945 adalah keputusan PPKI tentang pembentukan BKR adalah perubahan keputusan untuk membentuk tentara kebangsaan dalam sidang tanggal 19 Agustus 1945.

1 komentar: