Seperti
halnya di Indonesia, di Burma juga terdapat gerakan-gerakan dari masyarakat
untuk merdeka (gerakan nasionalis). Gerakan untuk merdeka ini pertama kali
dipelopori oleh biksu (pongyis), para
biksu menganggap peratutan yang diterapkan oleh Inggris yang menjatuhkan nilai
biksu dalam masyarakat Burma dan menjadikan negara Burma menjadi negara sekuler
(bersifat keduniaan). Akhirnya pada tahun 1906 para pongyis (biksu budha) mendirikan organisasi yang bernama Young Men’s Buddhis Association (YMBA),
organisasi ini diketuai oleh U May Oung. Organisasi ini menitik beratkan pada
keagamaan dan pelayanan sosial, karena tidak ingin menjadikan negara Burma
menjadi negara sekuler, maka para pongyis
(biksu budha) mencoba untuk menyadarkan para komunitas biksu budha (sangha) agar tidak menjadi sekuler.
Selain itu para pongyis (biksu budha)
juga menanamkan rasa nasionalisme pada masyarakat Burma, hingga pada tahun 1920 organisasi ini berubah nama
menjadi Dewan Umum Perkumpulan Budha (GCBA
(General Council of Buddhist Associations)) yang di ketuai oleh U Chit
Hlaing. Perubahan nama ini menandakan anggota organisasi ini bertambah luas,
anggota oraganisasi GCBA ini juga mencakup para pelajar dan non-biksu lainnya.
Hal ini terbukti dengan demonstrasi yang melibatkan mahasiswa pada tanggal 4
Desember 1920 untuk menentang kebijakan Universitas yang bersifat elistis,
selain itu mereka berdemonstrasi karena dibatasinya kegiatan mahasiswa di
universitas Rangoon. Pembatasan yang dilakukan oleh pihak Inggris kepada
mahasiswa diantaranya adalah dilarang mempublikasikan famflet-famflet yang berisikan
pilitik, diskusi politik di arena kampus, pengawalan ketat para mahasiswa di
asrama-asrama sehingga menyulitkan gerakan mahasiswa untuk berkonsolidasi.
Demonstrasi
terbesar ini juga memprotes diskriminasi politik yang terdapat dalam Montagu-Chelmsford
Reform, yaitu sebuah proposal yang berisi program perubahan yang direncanakan
Inggris untuk menempatkan dewan legislatif India pada tingkat provinsi. Dewan
legislatif tersebut mayoritas terdiri dari orang Inggris dan India, sementara
orang Burma tidak diberi posisi untuk menduduki dewan legislatif tersebut. GCBA
menginginkan agar mereka diberikan wewenang untuk menontrol sendiri pemerintahan
di Burma, mereka kemudian memboikot pemilihan umum untuk memilih dewan yang
baru dan menolak posisi eksekutif di kabinet. Perbedaan pendapat di tubuh GCBA
mengenai pemisahan Burma dengan India mengakibatkan Dr. Ba Maw menyatakan
mengundurkan diri dan membentuk organisasi baru yang bernama partai Sinyetha (Poor Man’s Party) pada tahun 1936, Dr.
Ba Maw menyatakan mengundurkan diri karena mendukung tindakan Inggris yang
memisahkan Burma dengan India.
Selain
mendukung pemisahan Burma dengan India, partai Sinyetha juga mendukung
pengurangan pajak, perlindungan petani dari rentenir, dan mendukung wajib
belajar. Pergerakan nasional di Burma mulai tampak ada kemajuan ketika
terbentuknya Student’s Union pada
tahun 1935 di Universitas Rangoon, dari pemilihan ini terpilih Ko Nu (kakak Nu
(U Nu)) sebagai ketua dan Aung San, Kyaw Nyein, Kyaw Myint, Ba Swe, M.A
Raschis, Tun Win, dan Thein Pe sebagai anggota komitenya. Organisasi ini adalah
organisasi pertama yang kritis terhadap pemerintah kolonial Inggris (Hugh Tinker),
tujuan dibentuknya organisasi ini sudah sangat jelas yaitu ingin membebaskan
Burma dari kolonialisme Inggris. Organisasi ini tidak menyia-nyiakan setiap
peluang yang ada, diantara peluang itu adalah kampanye yang dilakukan oleh Student’s Union. Dari kampanye yang
dilakukan maka Ko Nu sebagai ketua dipenjara, dan Aung san di keluarkan dari
Universitas Rangoon. Tak berselang lama, para anggota Student’s Union mengadakan rapat untuk berdemonstrasi menolak
tindakan pemerintahan Inggris terhadap Ko Nu dan Aung San. Beberapa bulan
kemudian Ko Nu di bebaskan dari penjara dan Aung San diperbolehkan kembali
belajar di Universitas Rangoon.
Setelah
Aung San dan Nu menyelesaikan kuliahnya di Universitas Rangoon, mereka berdua
masuk dalam organisasi Dobama Asiayone
(We Burma Asociation) atau yang disebut dengan Thakin. Organisasi ini didirikan
oleh Thakin Ba Sein dan Thakin Ko pada tahun 1929. Organisasi ini menamakan
diri Thakin (yang berarti tuan dalam bahasa Burma), mereka membuat legitimasi
bahwa mereka adalah tuan di negara sendiri. Keanggotaan organisasi ini dimulai
dari para pengajar, mahasiswa, dan biksu. Mereka beranggapan bahwa kedudukan
mereka sama dengan kedudukan Inggris, pemikiran-pemikiran mereka juga banyak di
pengaruhi oleh faham Marxisme dan Leninisme. Kemudian pada tahun 1939 Dobama Asiayone mendirikan ketentaraan
yang disebut Bama Let Yon Tat (Steel Corps), ketentaraan Dobama Asiayone ini dipimpin oleh Aung
San.
Sama seperti CGBA, organisasi Dobama Asiayone juga terpecah belah, namun
perbedaannya adalah Dobama Asiayone
terpecah menjadi tiga bagian yaitu kelompok yang dipengaruhi oleh kaum komunis
yaitu Thakin Soe dan Thein Pe. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang
dipengaruhi oleh sosialis demokratis yang dipelopori oleh Aung San, dan
kelompok yang ketiga yaitu kelompok yang dipelopori oleh agaman Budha yang
dipelopori oleh Thakin U Be Swe dan U Nu.
Ekspansi
Jepang ke wilayah Asia Tenggara pada umumnya dilatarbelakangi oleh keinginam
Jepang untuk mendapatkan sumberdaya mentah untuk menopang pembangunan Jepang,
utamanya adalah dalam bidang militer. Pencarian sumber daya mentah ini adalah
salah satu usaha yang dilakukan oleh Jepang untuk menjadi negara unggul dan
superrior diantara negara-negara di Asia Tenggara, Jepang kemudian
mempopulerkan Greater Asia Co-Prospherity
Sphare (suatu tatanan negara dimana Jepang memiliki kekuasaan penuh) pada
tahun 1938 oleh kabinet Konoyo di Tokyo. Jepang membentuk Imperial Japanese Army
yang mengurusi masalah pemerintahan dan militer di Asia Tenggara, selain itu
Jepang juga membentuk Hohei Ju-go Shidan
yaitu badan resmi yang mengatur administrasi dan militer di Burma. Pada tahun
1940 Hohei Ju-go Shidan mengutus
Kolonel Keiji Suzuki untuk berunding dengan Thakin, Kolonel Keiji Suzuki
menawarkan bantuan kepada Thakin jika thakin mau membantu Jepang dalam Perang
Dunia II. Namun kelompok Thakin Soe yang menganut aliran komunis menolaknya,
Thakin Soe menganggap bahwa kaum fasis lebih berbahaya dari pada Inggris.
Begitu juga dengan alirang sosialis demokratis yang di pelopori oleh Aung San
menolak, Aung San kemudian meminta bantuan Chinese
Comunist Party (CCP). Ketika Aung San hendak pergi ke ke Shanghai untuk
mengadakan kontak dengan CCP dengan menyamar sebagai orang Cina, Aung san
tertangkap tentara Jepang di Amoy. Jepang kembali menawarkan bantuan kepada Burma
untuk mendapakan kemerdekaan dengan mendapatkan persenjataan yang lengkap dan
pelatihan militer kepada Burma, selain itu Jepang juga mengaluarkan propaganda
“Burma untuk Burma” dan “Pembebasan Burma dari kolonilisme Inggris”.
Akhirnya
Aung San menyetujui perjanjian dengan Jepang tersebut, dalam hal ini Jepang
bukan hanya ingin menambah pasukan untuk Perang Dunia II melainkan ada hal lain
yang di inginkan oleh Jepang. Diantara keinginan Jepang tersebut diantaranya
adalah untuk mengeksploitasi sumber daya alam Burma untuk kepentingan militer
Jepang, selain itu Jepang juga ingin memotong jalur Burma Road (Jalur yang dibangun oleh Inggris untuk menyuplai
bantuan dari Anglo-Amerika kepada
pemerintahan Chungking di Cina). Setelah terjadi perstujuan antara Kolonel
Suzuki dengan Aung san, Kolonel Suzuki membuat semacam panduan yang harus
dilakukan oleh Burma pada bulan Agustus 1940 untuk mencapai kemerdekaan panduan
tersebut dikenal sebagai “Plan for
Burma’s Independence”. Tahapan pertama yang harus dilakukan Burma adalah
sekelompok nasionalis Burma yang berjumlah 30 orang diselundupkan ke perbatasan
Thailand-Burma, kemudian tahapan kedua adalah 30 orang dari keompok nasionalis
Burma mendapatkan pelatihan dari instruktur Jepang selama 6 bulan, dan langkah
yang terakhir adalah mengirim 30 orang nasionalis Burma ke Burma untuk memulai
gerakan bersenjata untuk melawan pemerintah kolonial Inggris.
Untuk
menjalankan rencana pertama, yaitu menyelundupkan 30 orang nasionalis Burma
keperbatasan Thailand-Burma, pemerintah Jepang beserta Aung San bekerjasama
membentuk suatu badan penyelundupan yang bernama Minami Kikan (Minami Intelegence Organization). Badan penyelundupan
ini dipelopori oleh 6 angkatan perang (terdiri dari kolone Keiji Suzuki, Kapten
Takenobu kawashima, Kapten Naomi Kakubo, Letnan Takeshi Noda, Letnan Hachiro
Takashi, dan Letnan Masyayoshi Tamato), Pegawai kelautan (terdiri dari Kaptern
Kojima, Hidaka, dan Nagayama), dan tujuh orang sipil (terdiri dari Mitsuru
Sugii, Noriyoshi Yokada, Takeshi Higuci, Inao Mizutani, Shozo Kakobu, Aung San,
dan Hla Myaing). Badan penyelundupan ini berada dibawah komado Imperial General Heardquartes (IGHQ) di
Tokyo yang di kepalai oleh Kolonel Suzuki, badan penyelundupan bekerjasama
dengan perusahaan pengelola barang angkutan, Mr. Yamata. Hal ini dilakukan agar
tidak muncul kedurigaan dari pihak kolonial Inggris, pada tanggal 12 Maret-8
Juli 1941dimulai perjalanan mengangkut 30 orang nasionalisme Burma dengan
menggunakan 4 kapal (Shuten-Maru, Genzan-Maru, Saigon-Maru, dan Asahiyama-Maru).
Sesampainya
di Hainan, tugas badan penyelundupan masih belum selesai, mereka masih harus
memberikan pelatihan kepada 30 nasionalis Burma (yang disebut Thirty Comrades) dan mengembalikannya ke
Burma. Sebagai instruktur, dipilihlah seorang perwira militer bernama San-a di
Hainan oleh Angkatan Laut. Lokasi tempat berlatih para 30 orang nasionalis
Burma berada dihutan sebelah barat Hainan (San-a
Agrikultural Training Institute), kamp tempat berlatih Thirty Comrades dipimpin oleh Letnan Fukuike dari angkatan
bersenjata yang masih asisten Kapten Kawashima. Latihan militer dimulai pada
tanggal 11 April 1941, dan berakhir pada Oktober 1941. Latihan perang yang
dijalani terbagi menjadi 3 bagian keserasian individu, bagian pertama (Aung
San, Aung Than, Than Ok, dan Hla Pe) di didik mengenai komado pasukan dan
administrasi, bagian kedua (Shu Maung, Tun Shein, Hla Maung, dan Shwe) di didik
mengenai taktik gerilya, dan bagian ketiga (berisi anggota-anggota muda Thirty Comrades) di didik mengenai
teknik peperangan. Kemudian latihan di teruskan di Tamazato (Taiwan), disana Thirty Comrades di didik mengenai baris
berbaris, pelatihan bayonet, taktik dan strategi perang, dan penggunaan
senjata.
Di sisi
lain, berdasarkan Plan for Burma’s
Independence pada Februari 1941, Kolonel Suzuki membuat pusat operasional
di Bangkok. Pusat operasional ini didirikan untuk memperlancar kamunikasi
antara Minami Kikan dan Thakin di
Burma, kemudian pada tanggal 21 Februari 1941 Kolonel Suzuki berhasil membangun
pusat operasional di Bangkok. Dalam menjalin komunikasi dan pengiriman barang,
pusat operasional (Bangkok Branch) berganti nama menjadi Nampo Kigyo Chosa Kai (Research
Association for Southern Region Enterprise) yang dikepalai oleh Kapten
Angkatan Laut yaitu Kapten Kojima. Sedangkan anggota Minami Kikan di Thailand menyamar menjadi penambang dan kegiatan
kehutanan, kemudian pada tanggal 21 Desember 1941, Kolonel Suzuki memasuki
Bangkok dan berhasil membua markas Minami
Kikan. Berdasarkan Plan for Burma’s
Independence pula, pada tanggal 27 Desember 1941, Kolonel Suzuki membentuk Burma Independence Army (BIA) di
Bangkok. Anggota BIA ini diantaranya juga terdapat anggota Minami Kikan dan beberapa masyarakat Burma yang sudah menetap di
Bangkok. Setiap anggota BIA dipersenjatai dengan lengakap, BIA dibangun untuk
membantu Jepang untuk menaklukkan Inggris di Burma dan menertibakan dan
peraturan didaerah yang akan diduduki oleh Jepang.
Sebelum
melakukan penyerangan terhadap Inggris di Burma, Kolonel Suzuki mengirim
anggota BIA untuk melihat keadaan di Burma. Setelah melihat keadaan, maka
Jepang dibantu dengan 30 nasionalisme Burma dan BIA menyerang Lower dan Upper Burma terlebih dahulu kemudian menyerang Rangoon yang
merupakan pusat pemerintahan Inggris di Burma. Kemudian BIA dan Jepang berhasil
memukul mundur pasukan Inggris dari Tenasserim ke arah utara, penyerangan ini
di bawah komando Lida Shojiro. Penyerangan ini tentu membuat tentara Inggris
terkejut, selain itu BIA yang telah mendapatkan latihan cukup keras sudah
memiliki rencana yang sangat matang. Penyerangan dilanjutkan oleh BIA dan
tentara Jepang ke Rangoon pada bulan Januari sampai Maret 1942, akhirnya pada 8
Maret 1942 BIA dan pasukan Jepang berhasil memukul mundur Inggris dan
orang-orang India dari Rangoon ke Simla (India).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar