Kamis, 24 Mei 2012

Munculnya Nasionalisme dan Begantinya Masa Kolonialisme


Seperti halnya di Indonesia, di Burma juga terdapat gerakan-gerakan dari masyarakat untuk merdeka (gerakan nasionalis). Gerakan untuk merdeka ini pertama kali dipelopori oleh biksu (pongyis), para biksu menganggap peratutan yang diterapkan oleh Inggris yang menjatuhkan nilai biksu dalam masyarakat Burma dan menjadikan negara Burma menjadi negara sekuler (bersifat keduniaan). Akhirnya pada tahun 1906 para pongyis (biksu budha) mendirikan organisasi yang bernama Young Men’s Buddhis Association (YMBA), organisasi ini diketuai oleh U May Oung. Organisasi ini menitik beratkan pada keagamaan dan pelayanan sosial, karena tidak ingin menjadikan negara Burma menjadi negara sekuler, maka para pongyis (biksu budha) mencoba untuk menyadarkan para komunitas biksu budha (sangha) agar tidak menjadi sekuler. Selain itu para pongyis (biksu budha) juga menanamkan rasa nasionalisme pada masyarakat Burma, hingga pada tahun 1920 organisasi ini berubah nama menjadi Dewan Umum Perkumpulan Budha (GCBA (General Council of Buddhist Associations)) yang di ketuai oleh U Chit Hlaing. Perubahan nama ini menandakan anggota organisasi ini bertambah luas, anggota oraganisasi GCBA ini juga mencakup para pelajar dan non-biksu lainnya. Hal ini terbukti dengan demonstrasi yang melibatkan mahasiswa pada tanggal 4 Desember 1920 untuk menentang kebijakan Universitas yang bersifat elistis, selain itu mereka berdemonstrasi karena dibatasinya kegiatan mahasiswa di universitas Rangoon. Pembatasan yang dilakukan oleh pihak Inggris kepada mahasiswa diantaranya adalah dilarang mempublikasikan famflet-famflet yang berisikan pilitik, diskusi politik di arena kampus, pengawalan ketat para mahasiswa di asrama-asrama sehingga menyulitkan gerakan mahasiswa untuk berkonsolidasi.

Demonstrasi terbesar ini juga memprotes diskriminasi politik yang terdapat dalam Montagu-Chelmsford Reform, yaitu sebuah proposal yang berisi program perubahan yang direncanakan Inggris untuk menempatkan dewan legislatif India pada tingkat provinsi. Dewan legislatif tersebut mayoritas terdiri dari orang Inggris dan India, sementara orang Burma tidak diberi posisi untuk menduduki dewan legislatif tersebut. GCBA menginginkan agar mereka diberikan wewenang untuk menontrol sendiri pemerintahan di Burma, mereka kemudian memboikot pemilihan umum untuk memilih dewan yang baru dan menolak posisi eksekutif di kabinet. Perbedaan pendapat di tubuh GCBA mengenai pemisahan Burma dengan India mengakibatkan Dr. Ba Maw menyatakan mengundurkan diri dan membentuk organisasi baru yang bernama partai Sinyetha (Poor Man’s Party) pada tahun 1936, Dr. Ba Maw menyatakan mengundurkan diri karena mendukung tindakan Inggris yang memisahkan Burma dengan India.
Selain mendukung pemisahan Burma dengan India, partai Sinyetha juga mendukung pengurangan pajak, perlindungan petani dari rentenir, dan mendukung wajib belajar. Pergerakan nasional di Burma mulai tampak ada kemajuan ketika terbentuknya Student’s Union pada tahun 1935 di Universitas Rangoon, dari pemilihan ini terpilih Ko Nu (kakak Nu (U Nu)) sebagai ketua dan Aung San, Kyaw Nyein, Kyaw Myint, Ba Swe, M.A Raschis, Tun Win, dan Thein Pe sebagai anggota komitenya. Organisasi ini adalah organisasi pertama yang kritis terhadap pemerintah kolonial Inggris (Hugh Tinker), tujuan dibentuknya organisasi ini sudah sangat jelas yaitu ingin membebaskan Burma dari kolonialisme Inggris. Organisasi ini tidak menyia-nyiakan setiap peluang yang ada, diantara peluang itu adalah kampanye yang dilakukan oleh Student’s Union. Dari kampanye yang dilakukan maka Ko Nu sebagai ketua dipenjara, dan Aung san di keluarkan dari Universitas Rangoon. Tak berselang lama, para anggota Student’s Union mengadakan rapat untuk berdemonstrasi menolak tindakan pemerintahan Inggris terhadap Ko Nu dan Aung San. Beberapa bulan kemudian Ko Nu di bebaskan dari penjara dan Aung San diperbolehkan kembali belajar di Universitas Rangoon.

Setelah Aung San dan Nu menyelesaikan kuliahnya di Universitas Rangoon, mereka berdua masuk dalam organisasi Dobama Asiayone (We Burma Asociation) atau yang disebut dengan Thakin. Organisasi ini didirikan oleh Thakin Ba Sein dan Thakin Ko pada tahun 1929. Organisasi ini menamakan diri Thakin (yang berarti tuan dalam bahasa Burma), mereka membuat legitimasi bahwa mereka adalah tuan di negara sendiri. Keanggotaan organisasi ini dimulai dari para pengajar, mahasiswa, dan biksu. Mereka beranggapan bahwa kedudukan mereka sama dengan kedudukan Inggris, pemikiran-pemikiran mereka juga banyak di pengaruhi oleh faham Marxisme dan Leninisme. Kemudian pada tahun 1939 Dobama Asiayone mendirikan ketentaraan yang disebut Bama Let Yon Tat (Steel Corps), ketentaraan Dobama Asiayone ini dipimpin oleh Aung San.

            Sama seperti CGBA, organisasi Dobama Asiayone juga terpecah belah, namun perbedaannya adalah Dobama Asiayone terpecah menjadi tiga bagian yaitu kelompok yang dipengaruhi oleh kaum komunis yaitu Thakin Soe dan Thein Pe. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang dipengaruhi oleh sosialis demokratis yang dipelopori oleh Aung San, dan kelompok yang ketiga yaitu kelompok yang dipelopori oleh agaman Budha yang dipelopori oleh Thakin U Be Swe dan U Nu.

            Masa kolonialisme Inggris berakhir ketika Jepang sebagai negara ekspansonis mengadakan invasi ke daerah Burma, beberapa faktor yang melatarbelakangi invasi Jepang ini dianataranya berkuasanya klan samurai anti kapitalis dan komunis. Mereka adalah penganut sosialis ekstrem yang memiliki kesetiaan tinggi terhadap kaisar, oleh karena itu mereka menjadi totaliter dan fasis. Faktor berikutnya adalah faktor buruknya hubungan Jepang dengan Amerika Serikat dan Inggris akibat invasi yang dilakukan Jepang ke Cina, dimana pada saat itu Cina mempunyai hubungan dagang dengan Amerika Serikat dan pihak Amerika banyak membantu Cina.
 
         Ekspansi Jepang ke wilayah Asia Tenggara pada umumnya dilatarbelakangi oleh keinginam Jepang untuk mendapatkan sumberdaya mentah untuk menopang pembangunan Jepang, utamanya adalah dalam bidang militer. Pencarian sumber daya mentah ini adalah salah satu usaha yang dilakukan oleh Jepang untuk menjadi negara unggul dan superrior diantara negara-negara di Asia Tenggara, Jepang kemudian mempopulerkan Greater Asia Co-Prospherity Sphare (suatu tatanan negara dimana Jepang memiliki kekuasaan penuh) pada tahun 1938 oleh kabinet Konoyo di Tokyo. Jepang membentuk Imperial Japanese Army yang mengurusi masalah pemerintahan dan militer di Asia Tenggara, selain itu Jepang juga membentuk Hohei Ju-go Shidan yaitu badan resmi yang mengatur administrasi dan militer di Burma. Pada tahun 1940 Hohei Ju-go Shidan mengutus Kolonel Keiji Suzuki untuk berunding dengan Thakin, Kolonel Keiji Suzuki menawarkan bantuan kepada Thakin jika thakin mau membantu Jepang dalam Perang Dunia II. Namun kelompok Thakin Soe yang menganut aliran komunis menolaknya, Thakin Soe menganggap bahwa kaum fasis lebih berbahaya dari pada Inggris. Begitu juga dengan alirang sosialis demokratis yang di pelopori oleh Aung San menolak, Aung San kemudian meminta bantuan Chinese Comunist Party (CCP). Ketika Aung San hendak pergi ke ke Shanghai untuk mengadakan kontak dengan CCP dengan menyamar sebagai orang Cina, Aung san tertangkap tentara Jepang di Amoy. Jepang kembali menawarkan bantuan kepada Burma untuk mendapakan kemerdekaan dengan mendapatkan persenjataan yang lengkap dan pelatihan militer kepada Burma, selain itu Jepang juga mengaluarkan propaganda “Burma untuk Burma” dan “Pembebasan Burma dari kolonilisme Inggris”.

Akhirnya Aung San menyetujui perjanjian dengan Jepang tersebut, dalam hal ini Jepang bukan hanya ingin menambah pasukan untuk Perang Dunia II melainkan ada hal lain yang di inginkan oleh Jepang. Diantara keinginan Jepang tersebut diantaranya adalah untuk mengeksploitasi sumber daya alam Burma untuk kepentingan militer Jepang, selain itu Jepang juga ingin memotong jalur Burma Road (Jalur yang dibangun oleh Inggris untuk menyuplai bantuan dari Anglo-Amerika kepada pemerintahan Chungking di Cina). Setelah terjadi perstujuan antara Kolonel Suzuki dengan Aung san, Kolonel Suzuki membuat semacam panduan yang harus dilakukan oleh Burma pada bulan Agustus 1940 untuk mencapai kemerdekaan panduan tersebut dikenal sebagai “Plan for Burma’s Independence”. Tahapan pertama yang harus dilakukan Burma adalah sekelompok nasionalis Burma yang berjumlah 30 orang diselundupkan ke perbatasan Thailand-Burma, kemudian tahapan kedua adalah 30 orang dari keompok nasionalis Burma mendapatkan pelatihan dari instruktur Jepang selama 6 bulan, dan langkah yang terakhir adalah mengirim 30 orang nasionalis Burma ke Burma untuk memulai gerakan bersenjata untuk melawan pemerintah kolonial Inggris.

Untuk menjalankan rencana pertama, yaitu menyelundupkan 30 orang nasionalis Burma keperbatasan Thailand-Burma, pemerintah Jepang beserta Aung San bekerjasama membentuk suatu badan penyelundupan yang bernama Minami Kikan (Minami Intelegence Organization). Badan penyelundupan ini dipelopori oleh 6 angkatan perang (terdiri dari kolone Keiji Suzuki, Kapten Takenobu kawashima, Kapten Naomi Kakubo, Letnan Takeshi Noda, Letnan Hachiro Takashi, dan Letnan Masyayoshi Tamato), Pegawai kelautan (terdiri dari Kaptern Kojima, Hidaka, dan Nagayama), dan tujuh orang sipil (terdiri dari Mitsuru Sugii, Noriyoshi Yokada, Takeshi Higuci, Inao Mizutani, Shozo Kakobu, Aung San, dan Hla Myaing). Badan penyelundupan ini berada dibawah komado Imperial General Heardquartes (IGHQ) di Tokyo yang di kepalai oleh Kolonel Suzuki, badan penyelundupan bekerjasama dengan perusahaan pengelola barang angkutan, Mr. Yamata. Hal ini dilakukan agar tidak muncul kedurigaan dari pihak kolonial Inggris, pada tanggal 12 Maret-8 Juli 1941dimulai perjalanan mengangkut 30 orang nasionalisme Burma dengan menggunakan 4 kapal (Shuten-Maru, Genzan-Maru, Saigon-Maru, dan Asahiyama-Maru).

Sesampainya di Hainan, tugas badan penyelundupan masih belum selesai, mereka masih harus memberikan pelatihan kepada 30 nasionalis Burma (yang disebut Thirty Comrades) dan mengembalikannya ke Burma. Sebagai instruktur, dipilihlah seorang perwira militer bernama San-a di Hainan oleh Angkatan Laut. Lokasi tempat berlatih para 30 orang nasionalis Burma berada dihutan sebelah barat Hainan (San-a Agrikultural Training Institute), kamp tempat berlatih Thirty Comrades dipimpin oleh Letnan Fukuike dari angkatan bersenjata yang masih asisten Kapten Kawashima. Latihan militer dimulai pada tanggal 11 April 1941, dan berakhir pada Oktober 1941. Latihan perang yang dijalani terbagi menjadi 3 bagian keserasian individu, bagian pertama (Aung San, Aung Than, Than Ok, dan Hla Pe) di didik mengenai komado pasukan dan administrasi, bagian kedua (Shu Maung, Tun Shein, Hla Maung, dan Shwe) di didik mengenai taktik gerilya, dan bagian ketiga (berisi anggota-anggota muda Thirty Comrades) di didik mengenai teknik peperangan. Kemudian latihan di teruskan di Tamazato (Taiwan), disana Thirty Comrades di didik mengenai baris berbaris, pelatihan bayonet, taktik dan strategi perang, dan penggunaan senjata.

Di sisi lain, berdasarkan Plan for Burma’s Independence pada Februari 1941, Kolonel Suzuki membuat pusat operasional di Bangkok. Pusat operasional ini didirikan untuk memperlancar kamunikasi antara Minami Kikan dan Thakin di Burma, kemudian pada tanggal 21 Februari 1941 Kolonel Suzuki berhasil membangun pusat operasional di Bangkok. Dalam menjalin komunikasi dan pengiriman barang, pusat operasional (Bangkok Branch) berganti nama menjadi Nampo Kigyo Chosa Kai (Research Association for Southern Region Enterprise) yang dikepalai oleh Kapten Angkatan Laut yaitu Kapten Kojima. Sedangkan anggota Minami Kikan di Thailand menyamar menjadi penambang dan kegiatan kehutanan, kemudian pada tanggal 21 Desember 1941, Kolonel Suzuki memasuki Bangkok dan berhasil membua markas Minami Kikan. Berdasarkan Plan for Burma’s Independence pula, pada tanggal 27 Desember 1941, Kolonel Suzuki membentuk Burma Independence Army (BIA) di Bangkok. Anggota BIA ini diantaranya juga terdapat anggota Minami Kikan dan beberapa masyarakat Burma yang sudah menetap di Bangkok. Setiap anggota BIA dipersenjatai dengan lengakap, BIA dibangun untuk membantu Jepang untuk menaklukkan Inggris di Burma dan menertibakan dan peraturan didaerah yang akan diduduki oleh Jepang.

Sebelum melakukan penyerangan terhadap Inggris di Burma, Kolonel Suzuki mengirim anggota BIA untuk melihat keadaan di Burma. Setelah melihat keadaan, maka Jepang dibantu dengan 30 nasionalisme Burma dan BIA menyerang Lower dan Upper Burma terlebih dahulu kemudian menyerang Rangoon yang merupakan pusat pemerintahan Inggris di Burma. Kemudian BIA dan Jepang berhasil memukul mundur pasukan Inggris dari Tenasserim ke arah utara, penyerangan ini di bawah komando Lida Shojiro. Penyerangan ini tentu membuat tentara Inggris terkejut, selain itu BIA yang telah mendapatkan latihan cukup keras sudah memiliki rencana yang sangat matang. Penyerangan dilanjutkan oleh BIA dan tentara Jepang ke Rangoon pada bulan Januari sampai Maret 1942, akhirnya pada 8 Maret 1942 BIA dan pasukan Jepang berhasil memukul mundur Inggris dan orang-orang India dari Rangoon ke Simla (India).

Berhasilnya BIA dan tentara Jepang memukul mundur Inggris dari Rangoon, tujuan Jepang untuk memotong jalur Burma Road berjalan dengan lancar. Proses invasi Jepang ke Burma semakin menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan masyarakat, apalagi setelah Jepang memberikan latihan-latiahan militer dan doktrinisasi kepada masyarakat Burma, hingga masyarakat Burma menganggap Jepang sebgai saudara sendiri. Setelah berhasil memukul mundur Inggris dari Burma, Jepang harus menepati janji untuk memberikan kemerdekaan kepada Burma. Namun untuk sementara waktu Jepang mengambil alih pemerintahan Burma, pemerintahan ini dibentuk oleh Kolonel Suzuki pada 7 Maret 1942 dengan nama Baho Goverment dan dikepalai oleh Thakin Tun Ok. Tujuan Baho Goverment adalah untuk menstabilkan administrasi pemerintahan Burma pasca perang melawan Inggris, selain itu Baho Goverment bertujuan untuk mencipatakan situasi dan kondisi yang stabil dan kondusif menjelang pemberian kemerdekaan dari Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar